BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perseroan terbatas merupakan subjek hukum yang berhak menjadi
pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau
harta kekayaan tertentu. Hanya subjek hukum yang merupakan individu
orang perorangan yang dinilai memiliki kecakapan melakukan perbuatan
hukum serta mempertahankan haknya di dalam hukum, juga badan hukum yang
merupakan artificial person, yaitu sesuatu yang diciptakan oleh hukum untuk
memenuhi perkembangan kebutuhan kehidupan masyarakat.
1
Persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan yang ada, menuntut
perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan atau
bahkan berkembang. Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan suatu strategi yang
tepat agar bisa mempertahankan eksistensinya, meningkatkan efisiensi dan
memperbaiki kinerjanya, yaitu dengan cara restrukturisasi usaha seperti merger
(penggabungan), konsolidasi (peleburan) dan akuisisi (pengambilalihan). Hal ini
diatur sebagaimana disebutkan dalam Bab VIII Undang-Undang Perseroan terbatas
tahun 2007.
1
Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Perseroan
Terbatas (PT), (Jakarta : Visimedia, 2009), hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara17
Berdasarkan asal-usulnya, kata merger berasal dari kata “merger”, “fusion”,
atau “absorption”, yang berarti “menggabungkan”.
2
Merger yang berasal dari akar
kata kerja ‘to merge’, secara luas dipahami sebagai perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang
telah ada, yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan
diri tersebut beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan
dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum3
. Konsolidasi yang berasal dari kata ”consolidation”, yang berarti
”melebur” adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih
untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena
hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status
badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum4
. Sedangkan
akuisisi saham atau “shares acquisition” yang berarti “mengambilalih” adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas
Perseroan tersebut.
5
Meskipun berbeda dari segi prosesnya, namun tindakan merger, konsolidasi,
dan akuisisi perseroan terbatas pada intinya tidak berbeda yaitu tindakan dua atau
lebih perusahaan untuk merestrukturisasi perusahaan. Oleh karena itu dipakai istilah
2
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Banjarmasin : Gramedia Pustaka
Utama, 2004), hlm. 88.
3
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40 Tahun 2007, Pasal
1 angka 9.
4
Ibid, Pasal 1 angka 10.
5
Ibid, Pasal 1 angka 11.
Universitas Sumatera Utara18
merger dan akusisi untuk mengacu pada semua pengertian tersebut. Meskipun
demikian, antara merger dan akuisisi juga terdapat perbedaan. Jika akuisisi hanya
berkenaan dengan kepemilikan saham, sedangkan badan usahanya tetap, maka
berlainan dengan dengan merger, justru berkenaan dengan badan usahanya. Salah satu
badan usaha tetap berdiri, sedangkan yang lainnya bubar karena bergabung dengan
badan usaha yang masih ada. Berlainan dengan akuisisi yang masih tetap
mempertahankan perusahaan yang ada, maka merger justru memperkecil jumlah
perusahaan, tetapi memperbesar kekuasaan, finansial, dan strategi perusahaan.
Akuisisi merupakan salah satu dari ketiga penjelasan tentang restrukturisasi
diatas, yang tengah marak terjadi di Indonesia.
Menurut Agus Daryanto :
Akuisisi bertujuan untuk memperbaiki sistem manajemen perseroan terakuisi.
Perseroan yang lemah manajemen akan sulit berkembang secara operasional
walaupun mempunyai cukup dana. Perseroan yang demikian ini tidak mampu
bersaing dengan perusahaan lain terutama yang sejenis dan tidak mustahil
akan mengalami kehancuran. Salah satu cara menyelamatkannya adalah
digabungkan dengan kelompok konglomerasi yang berpengalaman, dalam segi
menajemen dengan menjual sebagian besar sahamnya kepada kelompok
konglomerasi tersebut.
6
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT)
yang merupakan pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas adalah merupakan tonggak sejarah tentang pengambilalihan (akuisisi).
Menurut bunyi pasal 1 angka 11 UUPT 2007, dikatakan bahwa :
6
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002),
hlm. 140.
Universitas Sumatera Utara19
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum
atau orang perorangan untuk mengambilalih saham perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Sedangkan definisi yang disebut dalam Pasal 1 angka 3 PP Nomor 27 tahun
1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
adalah :
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum
atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh ataupun
sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap perseroan.
Menurut Felix Oentoeng Soebagjo :
Perumusan akuisisi perusahaan dalam UUPT 2007 agak berbeda dari UUPT
1995. Dalam UUPT 1995, akuisisi perusahaan dirumuskan sebagai perbuatan
hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
7
Pengaturan tentang pengambilalihan ini, diatur di dalam Pasal 125 UUPT
2007, yang berbunyi :
(1) Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah
dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui Direksi
Perseroan atau langsung dari pemegang saham.
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang
perseorangan.
(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
terhadap perseroan tersebut.
(4) Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan,
Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus
berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89.
7
Akuisisi Perusahaan Tidak Bisa Dilakukan dengan Cara Penggabungan, http://mkn-
unsri.blogspot.com/2009/10/akuisisi-perusahaan-tidak-bisa.html, dipublikasikan tanggal 17 Oktober 2009,
diakses tanggal 4 Februari 2011.
Universitas Sumatera Utara20
(5) Dalam hal pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan
mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan
pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
(6) Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan perseroan yang akan
mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing
menyusun rancangan pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari perseroan yang akan mengambil alih
dan perseroan yang akan diambil alih;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih
dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;
c. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf
a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih
dan perseroan yang akan diambil alih;
d. tata cara penilaian dan konversi saham dari perseroan yang akan
diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran
pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e. jumlah saham yang akan diambil alih;
f. kesiapan pendanaan;
g. neraca konsolidasi proforma perseroan yang akan mengambil alih
setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
pengambilalihan;
i. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan
Komisaris, dan karyawan dari perseroan yang akan diambil alih;
j. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk jangka
waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham
kepada Direksi Perseroan;
k. rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil pengambilalihan
apabila ada.
(7) Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang
saham, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak
berlaku.
(8) Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib
memperhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih
tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh
Perseroan dengan pihak lain.
Akibat hukum yang timbul ditinjau dari segi hukum korporasi maupun dari
aspek bisnis, “beralihnya pengendalian” terhadap perseroan dari tangan yang diambil
alih kepada pihak yang mengambil alih. Perbuatan hukum pengambilalihan tidak
Universitas Sumatera Utara21
mengakibatkan perseroan yang diambil alih sahamnya, menjadi bubar atau berakhir.
Perseroan tersebut tetap eksis dan valid seperti sedia kala. Hanya pemegang sahamnya
yang beralih dari pemegang saham semula kepada yang mengambil alih. Akibat
hukumnya, hanya sebatas terjadinya peralihan pengendalian perseroan kepada pihak
yang mengambil alih.
8
Adapun keuntungan/manfaat dari pelaksanaan akuisisi ini, menurut Ahmad
Ramli, antara lain :
a. kelangsungan hidup perseroan terjamin karena makin kuat;
b. pengaruh persaingan dapat dikurangi;
c. kedudukan atau keuangan perseroan bertambah kuat;
d. arus barang (flow of goods) ke pasaran terjamin;
e. perseroan yang merugi menjadi stabil kedudukannya;
f. kualitas/mutu barang dapat ditingkatkan.
9
Namun demikian, dalam era globalisasi saat ini sering terjadi hambatan-
hambatan yang mengakibatkan proses akuisisi menjadi terkendala, di antaranya
adalah mahalnya biaya untuk melaksanakan akuisisi, perusahaan target memiliki
kesesuaian strategi yang rendah dengan perusahaan pengambilalih dan pihak
pengambilalih tidak mengkomunikasikan perencanaan dan pengharapan mereka
terhadap karyawan perusahaan target sehingga terjadi kegelisahaan diantara
karyawan. Hal ini dikarenakan untuk membentuk suatu perusahaan yang profitable di
pasar adalah sangat kompetitif.
Perseroan pengakuisisi biasanya adalah perseroan besar yang bermodal kuat,
mempunyai operasi bisnis yang luas, manajemen yang teratur, berdaya saing kuat dan
8
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 509.
9
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Op.Cit., hlm. 140.
Universitas Sumatera Utara22
berkelompok dalam konglomerasi. Sementara itu perseroan yang diakuisisi adalah
perseroan yang relatif lebih kecil, sulit berkembang dan atau tidak mampu bersaing.
Kondisi seperti ini menyebabkan perseroan yang diakuisisi selalu menggunakan
pertimbangan lebih baik diakuisisi daripada kesulitan operasional, sehingga
memperoleh pengalaman baru dari segi manajemen karena berada dalam kelompok
konglomerasi yang berpengalaman. Bagi perseroan pengakuisisi tindakan ini
merupakan upaya pembentukan konglomerasi baru yang lebih besar dan kuat,
sehingga kadang kala cenderung menimbulkan posisi dominan yang menciptakan
kelompok monopoli atau persaingan tidak sehat, yang bertentangan dengan undang-
undang.
Untuk dapat memastikan ada atau tidaknya unsur monopoli yang dilarang,
haruslah diperhatikan faktor-faktor utamanya, antara lain :
1. berapa banyak pelaku pasar untuk produk yang bersangkutan.
2. berapa besar pangsa pasar yang dikuasainya.
10
Guna mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat agar terhindar dari
perbuatan monopoli, diperlukan adanya solusi hukum yang secara tegas diatur oleh
undang-undang.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan
judul “Tinjauan Yuridis Atas Akuisisi Perusahaan Setelah Berlakunya Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”.
10
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 106.
Universitas Sumatera Utara23
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan akuisisi perusahaan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?
2. Apakah hambatan-hambatan hukum yang timbul dalam akuisisi perusahaan ?
3. Bagaimana solusi hukum dalam akuisisi perusahaan agar terhindar dari
perbuatan monopoli ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan akuisisi perusahaan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan hukum yang timbul dalam akuisisi
perusahaan.
3. Untuk mengetahui bagaimana solusi hukum dalam akuisisi perusahaan agar
terhindar dari perbuatan monopoli.
Universitas Sumatera Utara24
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya di bidang Hukum Perusahaan
serta menambah khasanah perpustakaan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan pada
masyarakat khususnya dalam hal akuisisi perusahaan. Selain itu juga dapat
memberi masukan bagi para notaris, akademisi, pengacara, mahasiswa dan para
praktisi hukum.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap
hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan, baik di
Magister Ilmu Hukum maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera
Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah “TINJAUAN YURIDIS
ATAS AKUISISI PERUSAHAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-
UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
TERBATAS”. Dengan demikian penelitian ini adalah asli sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kemurniannya karena belum ada yang melakukan penelitian
yang sama.
Universitas Sumatera Utara25
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
“Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas
penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.
11
Teori berfungsi untuk
menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi
dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat
menunjukkan ketidakbenaran.
12
Sedangkan Kerangka teori adalah kerangka pemikiran
atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang
menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis.
13
Kerangka teori yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, dari para penulis ilmu hukum di
bidang hukum perusahaan, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang
mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan bagi penulisan tesis
ini.
Dalam penelitian ini, teori hukum yang digunakan adalah teori keadilan.
Aristoteles membedakan antara keadilan “distributif” dan keadilan “korektif”
atau “remedial”. Keadilan distributif mengacu kepada pembagian barang dan
jasa kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya di dalam masyarakat,
dan perlakuan yang sama terhadap kesederajatan di hadapan hukum (equality
before the law). Keadilan jenis ini menitikberatkan kepada kenyataan
fundamental dan selalu benar, walaupun selalu dikesampingkan oleh hasrat
para filsuf hukum untuk membuktikan kebenaran pendirian politiknya,
sehingga cita keadilan secara teoritis tidak dapat memiliki isi yang tertentu
sekaligus sah. Keadilan yang kedua pada dasarnya merupakan ukuran teknik
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 6.
12
J.J.J. M.Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting : M. Hisyam, (Jakarta :
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hlm. 203.
13
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 80.
Universitas Sumatera Utara26
dari prinsip-prinsip yang mengatur penerapan hukum. Dalam mengatur
hubungan hukum harus ditemukan suatu standar yang umum untuk
memperbaiki setiap akibat dari setiap tindakan, tanpa memperhatikan
pelakunya dan tujuan dari perilaku-perilaku dan obyek-obyek tersebut harus
diukur melalui suatu ukuran yang obyektif.
14
Menurut Gustav Radbruch,
15
nilai keadilan adalah materi yang harus menjadi
isi aturan hukum. Sedangkan aturan hukum adalah bentuk yang harus melindungi nilai
keadilan.
Keadilan merupakan fokus utama dari setiap sistem hukum dan keadilan tidak
dapat begitu saja dikorbankan, seperti pendapat Jhon Rawls yang dikutip oleh Munir
Fuady sebagai berikut:
Nilai keadilan tidak boleh ditawar-tawar dan harus diwujudkan ke dalam
masyarakat tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Suatu
ketidakadilan hanya dapat dibenarkan jika hal tersebut diperlukan untuk
menghindari ketidakadilan yang lebih besar. Karena merupakan kebajikan
yang terpenting dalam kehidupan manusia, maka terhadap kebenaran dan
keadilan tidak ada kata kompromi.
16
Prinsip keadilan menurut Jhon Rawls dapat dirinci sebagai berikut :
1. Terpenuhinya hak yang sama terhadap kebebasan dasar (equal liberties)
2. Perbedaan ekonomi dan sosial harus diatur sehingga akan terjadi kondisi yang
positif yaitu:
a. Terciptanya keuntungan maksimum yang reasonable untuk setiap orang
termasuk bagi pihak yang lemah (maximum minimorium)
b. Terciptanya kesempatan bagi semua orang
14
Teori Hukum, http://tubiwityu.typepad.com/blog/2010/02/teori-hukum.html, diakses tanggal 23
Juli 2010
15
Bernard L. Tanya et.al., Teori Hukum (Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi),
(Yogyakarta : Genta Publishing, 2010), hlm.129.
16
Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2007), hlm. 94.
Universitas Sumatera Utara27
Menurut Rawls, keadilan akan didapatkan jika dilakukan maksimum
penggunaan barang secara merata dengan memperhatikan kepribadian masing-masing
(justice as fairness).
17
Apabila dikaitkan dengan pengambilalihan perusahaan, yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.
Dalam akuisisi perusahaan tidak ada perusahaan yang meleburkan
diri/membubarkan diri, tetapi dua-duanya tetap exist, sungguhpun perusahaan yang
satu menguasai perusahaan yang lain. Dalam perkembangannya ternyata akuisisi itu
sendiri beranekaragam, dan dapat dipilah-pilah mengikuti kriteria yang dipakai,
kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
18
1. Jenis usaha
Apabila dilihat dari segi jenis usaha perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam
transaksi akuisisi, maka akuisisi dapat digolong-golongkan sebagai berikut:
a. Akuisisi horizontal
Dalam hal ini perusahaan yang diakuisisi adalah para pesaingnya, baik pesaing
yang memproduksi produk yang sama, atau yang memiliki teritorial
pemasaran yang sama. Jelas bahwa tujuan dari akuisisi ini adalah untuk
memperbesar pangsa pasar atau membunuh pesaing.
17
Ibid.
18
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2002), hlm. 205-211.
Universitas Sumatera Utara28
b. Akuisisi vertikal
Akuisisi vertikal dimaksudkan sebagai akuisisi oleh suatu perusahaan terhadap
perusahaan lain yang masih dalam satu mata rantai produksi, yakni suatu
perusahaan dalam arus pergerakan produksi dari hulu ke hilir.
c. Akuisisi konglomerat
Yang dimaksudkan adalah akuisisi terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak
terkait baik secara horisontal maupun secara vertikal.
2. Lokalisasi
Jika dilihat dari segi lokalisasi antara perusahaan pengakuisisi dengan perusahaan
target, maka akuisisi dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Akuisisi eksternal
Akuisisi eksternal merupakan akuisisi yang terjadi antara dua atau lebih
perusahaan, masing-masing dalam grup yang berbeda, atau tidak dalam grup
yang sama.
b. Akuisisi internal
Kebalikan dari akuisisi eksternal, maka pada akuisisi internal, perusahaan-
perusahaan yang melakukan akuisisi masih dalam satu grup usaha.
Di Indonesia, akuisisi internal ini banyak terjadi, yakni lewat pembiayaan
pasar modal. Dalam hal ini sering dilakukan dengan penerbitan right issue.
Terhadap akuisisi jenis ini, sangat potensial untuk dilanggar prinsip-prinsip
keadilan, karena :
Universitas Sumatera Utara29
i. Kemungkinan harga saham perusahaan target di atas harga yang wajar,
berhubung pemilik mayoritas dari pengakuisisi dan perusahaan target
adalah sama.
ii. Pihak penjual tidak banyak kehilangan sahamnya berhubung
kedudukannya juga sebagai pemegang saham pada perusahaan
pengakuisisi.
3. Objek akuisisi
Apabila dilihat dari segi objek dari transaksi akuisisi, maka akuisisi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
(a) Akuisisi saham
Dalam hal ini, yang diakuisisi/dibeli adalah sahamnya perusahaan target. Baik
dibayar dengan uang tunai, maupun dibayar dengan sahamnya perusahaan
pengakuisisi atau perusahaan lainnya. Untuk dapat disebut transaksi akuisisi,
maka saham yang dibeli tersebut haruslah paling sedikit 51% (simple
majority), atau paling tidak setelah akuisisi tersebut, pihak pengakuisisi
memegang saham minimal 51%. Sebab, jika kurang dari persentase tersebut,
perusahaan target tidak bisa dikontrol, karenanya yang terjadi hanya jual beli
saham biasa saja.
(b) Akuisisi asset
Terhadap akuisisi aset ini, maka yang diakuisisi adalah aset perusahaan target
dengan atau tanpa ikut mengasumsi/mengambil alih seluruh kewajiban
perusahaan target terhadap pihak ketiga. Sebagai contra prestasi dari akuisisi
Universitas Sumatera Utara30
aset, diberikanlah kepada pemegang saham perusahaan target cash untuk harga
pembelian, atau saham perusahaan pengakuisisi atau saham perusahaan
lainnya.
(c) Akuisisi kombinasi
Dalam hal ini, dilakukan kombinasi antara akuisisi saham dengan akuisisi aset.
Misalnya dapat dilakukan akuisisi 50% saham plus 50% aset dari perusahaan
target. Demikian juga dengan kontra prestasinya, dapat saja sebagian dibayar
dengan cash, dan sebagian lagi dengan saham perusahaan pengakuisisi atau
saham perusahaan lain.
(d) Akuisisi bertahap
Pada akuisisi bertahap ini, akuisisi tidak dilaksanakan sekaligus. Misalnya jika
perusahaan target menerbitkan convertible bonds, sementara perusahaan
pengakuisisi menjadi pembelinya. Maka dalam hal ini, tahap pertama
perusahaan pengakuisisi memberikan dana ke perusahaan target lewat
pembelian bonds. Tahap selanjutnya bonds tersebut ditukar dengan equity, jika
kinerja perusahaan target semakin baik. Dengan demikian, hak opsi ada pada
pemilik convertible bonds, yang dalam hal ini merupakan perusahaan
pengakuisisi.
4. Motivasi akuisisi
Jika dilihat dari segi motivasi mengapa akuisisi dilakukan, maka akuisisi dapat
dibeda-bedakan sebagai berikut:
(a) Akuisisi strategis
Universitas Sumatera Utara31
Pada akuisisi strategis, latar belakang yang menyebabkan mengapa akuisisi
dilakukan adalah untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Sebab,
dengan akuisisi, diharapkan dapat meningkatkan sinergi usaha, mengurangi
risiko (karena diversifikasi), memperluas pangsa pasar, meningkatkan
efisiensi, dan sebagainya.
(b) Akuisisi finansial
Akuisisi finansial adalah akuisisi yang dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan finansial semata-mata dalam waktu sesingkat-singkatnya. Akuisisi
ini bersifat spekulatif, dengan keuntungan yang diharapkan lewat pembelian
saham/aset yang murah tetapi dengan pendapatan (income) perusahaan target
yang tinggi.
5. Divestitur
Pengkategorian akuisisi dapat juga dilihat dari segi divestitur, yakni dengan
melihat peralihan aset/saham/manajemen dari perusahaan target kepada
perusahaan pengakuisisi. Untuk itu, akuisisi dapat diklasifikasikan kepada take
over, freezeouts, squeezeouts, Management Buy Outs, Leveraged Buy Outs,
inbreng saham atau share swap.
Mengenai syarat pengambilalihan, berdasarkan Pasal 126 ayat (1) UUPT,
perbuatan hukum pengambilaihan, wajib memperhatikan kepentingan:
1. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan,
2. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, dan
3. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Universitas Sumatera Utara32
Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1), pengambilalihan:
1) Tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentigan pihak-pihak tertentu,
2) Pengambilalihan harus juga “dicegah” dari kemungkinan terjadinya “monopoli”
atau “monopsoni” dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat
19
.
Jika pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, rencana pengambilalihan
dituangkan dalam rancangan pengambilalihan yang disusun oleh direksi
perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih, yang memuat
sekurang-kurangnya nama perseroan yang mengambil alih dan yang diambil alih,
alasan, serta penjelasan direksi masing-masing perseroan mengenai persyaratan dan
atas cara pengambilalihan saham perseroan yang diambil alih. Pengambilalihan
tersebut dilakukan dengan persetujuan RUPS masing-masing atas rancangan
pengambilalihan yang diajukan oleh direksi masing-masing perseroan.
Jika pengambilalihan dilakukan orang perseorangan, rencana
pengambilalihan dituangkan dalam rancangan pengambilalihan yang disusun oleh
direksi perseroan yang akan diambilalih dan orang perseorangan yang akan
mengambil alih, yang memuat sekurang-kurangnya nama perseroan yang akan
diambil alih, orang perseorangan yang akan mengambil alih, alasan, serta
penjelasan direksi perseroan yang akan diambil alih mengenai persyaratan dan tata
cara pengambilalihan saham. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS
perseroan yang akan diambil alih atas rancangan yang diajukan direksi perseroan
yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih.
19
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Op.Cit., hlm. 510.
Universitas Sumatera Utara33
Ketentuan mengenai pengambilalihan seperti tersebut di atas tidak
membatasi badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham
perseroan lain.
Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah
dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi
perseroan atau langsung dari pemegang saham yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Pengambilalihan dapat
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan
dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan, direksi, sebelum melakukan
perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang
memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS. Namun, jika pengambilalihan dilakukan melalui direksi, pihak yang
akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan
kepada direksi perseroan yang akan diambil alih.
2. Kerangka Konsepsi
Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional, kerangka
konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit
dari kerangka teoritis yang sering kali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-
definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.
20
20
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2007),
hlm. 133.
Universitas Sumatera Utara34
Untuk membangun konsep dalam pengkajian ilmu hukum pada dasarnya
merupakan kegiatan untuk mengkonstruksi teori, yang akan digunakan untuk
menganalisanya dan memahaminya
21
.
a. Pengambilalihan
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
22
Pengambilalihan atau akuisisi adalah pembelian saham-saham dari perusahaan,
baik dengan cara tunai, dengan menyerahkan saham dari perusahaan yang
membeli, atau dengan menyerahkan jenis-jenis efek lainnnya yang dikeluarkan
oleh perusahaan yang membeli. Secara yuridis, pembelian saham-saham tersebut
harus dilakukan transaksinya langsung antara pembeli dengan para pemegang
saham perusahaan tersebut, bukan dengan direksi perusahaan.
23
b. Perusahaan
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan
dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan
dan/atau laba.
24
21
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2008),
hlm.108.
22
R.I. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang “Perseroan Terbatas”, Bab I, Pasal 1 angka
11.
23
Abdul Rasyid Saliman, et.al. ,Op.Cit, hlm. 114.
24
Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, (Jakarta : Djambatan, 2000), hlm. 27.
Universitas Sumatera Utara35
Menurut Molengraaff, perusahaan adalah25
keseluruhan perbuatan yang dilakukan
secara terus-menerus, bertindak keluar, mendapatkan penghasilan,
memperdagangkan barang, menyerahkan barang, mengadakan perjanjian
perdagangan.
c. Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
26
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian
yang digunakan adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah “menggambarkan semua
gejala dan fakta yang terjadi dilapangan serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala
dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian
disesuaikan dengan keadaaan yang terjadi di lapangan”.
27
Sehingga penelitian ini dapat
memberikan gambaran tentang akuisisi perusahaan setelah berlakunya UUPT 2007.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan.
25
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 6.
26
R.I. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang “Perseroan Terbatas”, Bab I, Pasal 1 angka
1.
27
Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung : Tarsito, 1978), hlm. 132.
Universitas Sumatera Utara36
2. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normative atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum
sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah
mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan,
perjanjian serta doktrin (ajaran).
28
Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem
norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif tentang suatu
peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma
sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem
kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan
sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.
Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif disebut juga sebagai
penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis
baik hukum yang tertulis dalam buku (law as written in the book), maupun hukum
yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law is decided by the judge
through judicial process).
29
28
Mukti Fajar, etal. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 34.
29
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan
pada “Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum pada Majalah Akreditasi”, Medan, tanggal 18 Februari
2003, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara37
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum nofmatif atau kepustakaan, teknik pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan non hukum.
30
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder
yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan
yang terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar,
peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini
bahan hukum primernya yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya
ilmiah dari kalangan hukum tentang hukum perusahaan.
c. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus
hukum, ensiklopedia dan sebagainya.
30
Ibid, hlm. 160.
Universitas Sumatera Utara38
4. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara:
Studi dokumen, pembahasan mengenai studi dokumen atau bahan pustaka, akan
mengawali pembicaraan mengenai alat-alat pengumpul data dalam penelitian, karena
bahan kepustakaan atau bacaan dalam penelitian sangat diperlukan.
Untuk memperoleh data sekunder, perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan
cara mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil penelitian, dan
dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
31
Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.
Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum terlulis
tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
Setelah analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan
evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (primer, sekunder maupun
tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan
31
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 101.
Universitas Sumatera Utara39
disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh
jawaban yang baik pula.
32
32
Bambang Sunggono, Metode Penel i t ian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002),
hlm. 106.
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada komentar :
Posting Komentar