Unknown
1.      Senja Taman Lunar

Usianya baru memasuki awal tiga puluh tahunan, tepatnya 32 tahun. Dia seorang dokter muda spesialis jantung dan pembuluh. Itu adalah pencapaian luar biasa untuk dokter seusianya di negeri ini, jelas ini juga karena dukungan otak jeniusnya. Dia menyukai makanan yang pedas, suasana senja di taman Lunar adalah yang terbaik menurutnya. Dia sering menghabiskan waktu liburnya untuk membaca jurnal medis di ruang kerja yang menghadap ke kolam renang. Sikapnya lembut dan ramah serta penuh rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Membenci kebohongan karena menurutnya hal itu percuma dan pada akhirnya sesuatu yang ditutupi itu pasti akan ketahuan juga, meski dalam jangka waktu yang lama.
Dan sekarang dia telah membuat kebohongan terbesar dalam hidupnya.
Menikah dengan seorang bidan cantik yang empat tahun lebih tua darinya, Delila. Pernikahananya baru menginjak bulan kelima bulan ini, tapi kami sudah menjalin kasih ini lebih dari dua tahun. Namanya, Rendra. Perawakannya tinggi, kulitnya putih bersih terawat. Matanya cokelat, giginya tersusun rapi dan aroma parfumnya yang selalu berhasil membuatku menghipnotisku.
Sore ini kami berjanji untuk bertemu di taman Lunar yang ada didekat tempatku bekerja. Sudah hampir lima belas menit aku duduk dibangku taman sambil membaca buku. Menikmati heningnya senja. Mengabaikan riuhnya taman oleh tawa anak-anak dan penghuni taman lainnya.
Langkah kaki yang familiar nampak sedang mendekatiku. Aku mengalihkan pandanganku dari buku yang sedang kubaca. Yah… benar, Rendraku datang.
“ Bagaimana harimu?” sapaku.
Mengulas sebuah senyum kecil padaku, lalu mulai duduk disampingku. Memandangku lekat-lekat lalu mulai menceritakan tentang semua hal yang dilakukannya hari ini. Kami bercengkerama sambil menikmati sunset di taman. Sampai akhirnya Rendra mengajakku untuk makan malam.
“ Akhir pekan ini bagaimana kalau kita pergi berlibur? aku ingin menghabiskan waktu denganmu, setelah menghadapi minggu ini dengan cukup berat. Aku lelah dengan semuanya.”
Sedikit terkejut, namun aku segera tersenyum dan mengeryitkan dahi penuh arti pada seseorang yang sedang duduk dihadapanku dengan makanan pedas didepannya.
“ Aku tahu tentang apa yang membuatmu akan menolak rencanaku ini, Lila kan? Ehm... tenang saja, akhir pekan ini dia akan mengunjungi keluarganya yang ada di luar kota. Jadi tidak akan ada yang mengganggu kita” Rendra berusaha meyakinkanku dengan mengusap lembut punggung tanganku yang sedang memegang gelas jus mangga.
Aku menghela napas panjang sebelum mulai bicara serius padanya, “ Ren, sejak awal apa yang kita mulai ini tidaklah benar. Aku masih merasa begitu bersalah padanya kalau aku mengencanimu, tapi disisi lain aku masih sangat mencintaimu.”
Menggenggam tanganku dengan hangat, aku merasakan bahwa Rendra sedang berusaha menenangkan aku dengan tatapannya yang lembut dan juga belaian tangannya dilenganku. Kami menyelesaikan makan malam dengan cepat sehingga sekarang Rendra mengantarku ke apartemenku.
Suasana malam yang bermandikan gemerlap lampu kota sedikit bisa menghiburku melupakan rasa bersalahku pada mereka, Lila dan Devin. Mereka yang telah kami nodai kepercayaannya.
Devin adalah kekasihku. Dia kekasihku sejak lima bulan lalu, tepatnya saat aku patah hati mendengar pernikahan Rendra dan Lila. Devin adalah rumah keduaku, meskipun aku tidak benar-benar menyukainya tapi dia adalah seseorang yang berharga untukku. Sahabatku disaat Rendra sibuk mengurusi istrinya, Devin dengan senang hati akan menemani dan mengantarku kapan saja.
Beep beep
Sebuah pesan masuk, aku segera membukanya. Dari Devin, dia sedang ada di apartemenku sekarang dan menungguku untuk makan malam bersama. Seketika itu pula aku segera menoleh pada Rendra yang sibuk mengamati jalan. Namun merasakan kalau aku tiba-tiba menatapnya.
“ Ada apa sayang?”
“ Devin ... Devin ada di apartemenku sekarang, dia sedang menungguku” suaraku pelan namun terdengar jelas olehnya.
“ Baiklah, malam ini aku tidak mampir. Nikmati malammu dengannya, tapi hubungi aku setelah dia pulang nanti.

Aku mengangguk, Rendra tidak lagi tersenyum. Aku tahu kalau ada gurat cemburu di wajahnya, matanya yang tadi berbinar menatapku menjadi sedikit kelam. Keadaan memaksa kami mengambil keputusan ini, menjalin hubungan dengan seseorang yang tidak kami cintai.
Hubungan dan cinta kami harus dirahasiakan dari mata dunia karena akan sangat menyakitkan untuk kami dan pasangan kami. Miris setiap kali harus menyembunyikan jalinan yang bahkan sudah kami miliki lebih dulu dari hubungan baru kami dengan orang-orang ini. Rasanya ingin kembali saat dimana kami bisa bergandengan tangan tanpa takut oleh apapun dan siapapun.
2.      Tragedi Pantai
Sabtu pagi, aku masih malas untuk beranjak dari ranjang. Meski sudah bangun sejak jam enam tadi, aku masih berguling-guling dengan selimutku. Sampai aku teringat kalau hari ini Rendra akan menjemputku untuk pergi ke Anyer.
Waduh... gawat aku baru ingat akan pergi. Rendra bisa marah-marah kalau kelamaan nunggu aku. Bagaimana bisa aku bersantai sejak tadi, aku belum berkemas sedikitpun. Semalam Devin pulang terlalu larut sih gara-gara asyik menonton film horor.
Aku segera menuju kamar mandi, membersihkan diri dengan cepat. Lalu keluar kamar mandi dengan tergesa-gesa karena jam sudah menunjukkan jam delapan. Lemari besar yang ada didepan pintu kamar mandi langsung kubuka lebar-lebar dan dengan bingung mencari pakaian yang sesuai.
“ Wah ... sayang, kau baru mulai bersiap?”
Aku tersentak kaget karena tak menyadari seseorang yang sudah berdiri didepan pintu kamarku dengan berkacak pinggang memandangku dengan raut yang memandangku penuh intimidasi. Rendra berjalan mendekatiku, lalu memandang kedua mataku.
Rendra bisa masuk ke apartemenku karena hanya dia dan tante Cindy yang tahu password pintu masuknya. Oh ya… bahkan Devin saja tidak tahu, tapi dia juga tak akan masuk tanpa permisi seperti orang yang sedang dihadapanku ini.
“ Aku tahu kalau kau pasti bangun kesiangan, makanya aku datang lebih awal untuk membangunkanmu” tangannya membelai lembut pipiku lalu mendaratkan kecupan dikeningku, berlanjut ke pipiku lalu berhenti di daguku. Rendra melingkarkan lengannya ke pinggangku untuk membuatku lebih dekat dengannya, lalu dia membisikkan aku mencintaimu, Lisa.
Untuk sesaat aku membatu sampai akhirnya aku meleleh akan bisikanya yang menggoda ditelingaku. Aku segera meraih lehernya untuk memberikannya ciuman dipipinya. Lalu kami saling memandang, matanya yang cokelat terlihat berkilauan mengatakan bahwa hanya aku yang sangat dicintai dan dinginkannya.
Aku mendorong tubuhnya pelan, “ kalau kau menggangguku seperti ini terus, bagaimana aku akan segera bersiap? Cepatlah keluar dan buatkan aku sarapan”
Tersenyum lebar lalu meninggalkan kamarku. Aku benar-benar merasa senang akan kedatangannya yang tidak diduga. Meski ini bukanlah kali pertama dia membuatku tersipu malu karena rayuannya, tapi setiap kali dia merayuku rasanya begitu menyenangkan.
Setelah menghabiskan nasi goreng lezat buatannya kami segera berangkat. Perjalanan menuju Anyer sekitar dua jam. Di perjalanan Rendra terus mengoceh tentang banyak hal, membuat perjalanan yang panjang tidak membosankan. Banyolan garing ala Rendra sering membuatku tak habis pikir dan akhirnya tertawa karena begitu mengherankannya dia.
“ Aku lupa mengabari Devin kalau hari ini aku tidak bisa menemaninya ke bioskop” menepuk kening berkali-kali lalu merogoh tas kecil yang kubawa, mencari kontak Devin.
Aku benar-benar lupa untuk menghubungi Devin. Aku merasa gelisah menunggu beberapa detik sampai akhirnya aku berhasil mengatakan pada Devin kalau hari ini aku membatalkan janji untuk menghabiskan waktu dengannya. Entah sudah berapa kali aku mengecewakannya dengan membatalkan janji secara mendadak begini.
“ Apa kau merasa bersalah lagi padanya?”
“ Tentu saja, Ren. Bagaimana tidak, Devin bahkan tidak memutuskanku meski aku sering mengecewakannya. Mungkin dia begitu mencintaiku juga” nada suaraku sedikit menggoda Rendra.
“ Apa menurutmu aku tidak sangat mencintaimu? Hai... nona cantik, kau mungkin juga lupa sudah berapa kali aku harus terluka melihatmu bergandengan tangan dengannya lalu menghabiskan waktumu bersamanya, mengabaikanku sepanjang hari untuk menemaninya.
Aku menoleh kearahnya dengan menaikkan alisku sebelah sambil tersenyum pahit, “ Lalu? Seberapa sering juga kau membuatku menderita menyaksikan kekasihku menjadi suami orang lain? Menghadapi omongan orang karena dianggap mengganggu rumah tangga orang lain.
Rendra nampak bingung harus menjawab pertanyaannku kali ini, dia menarik tanganku lalu menggengamnya erat sebelum mencium punggung tanganku, “ Aku janji, setelah setahun aku akan berpisah dari Lila. Aku hanya milikmu sekarang.
“ Sebenarnya, aku tidak ingin bahagia diatas pedih wanita lain Ren. Bukan berarti aku merelakanmu untuknya. Tapi sebaiknya memang tidak begini.
Obrolan tentang hal ini selalu berhasil membuat kami bersitegang, terkadang membuatku malas untuk melanjutkan hubunganku dengan Rendra ataupun Devin. Aku tidak mau ada yang harus terluka lebih dalam dan parah. Entahlah aku hanya harus terus menjalaninya saja bukan? Meski apapun yang akan terjadi selanjutnya.
Kami menginap di villa yang begitu indah dan romantis, Rendra mengajakku untuk makan siang dipinggir pantai. Deburan ombak dan ramai teriakan khas pantai mengalun memenuhi pantai. Rendra membawakanku cumi, ikan bakar dan coconut coketail.
“ Ini kesukaanmu kan?” menyuapiku dengan beberapa cumi tepung goreng. Rendra begitu tampan kali ini, kemeja bunga-bunga warna orange dipadu celana pendek hijau tua menambah derajat kegantengannya. Rambut cokelatnya yang selalu rapi, meski sekarang sedang berantakan karena angin pantai yang nakal menambah kesan manly padanya.
“ Kenapa terus memandangku sayang? Apa aku begitu sangat mempesona?”
“ Iya ... hari ini kau mempesonaku sampai ke tulangku, Rendraku. Kemarilah.
Mengelus-elus lembut rambutku yang tersapu angin pantai, tersenyum manis sekali. Makanan yang ada didepanku pun tidak terasa begitu cepat habis, kemudian kami berjalan-jalan menyusuri pantai dan sesekali mengambil foto. Tertawa lebar dan berlarian layaknya anak kecil yang baru pertama kali berlibur ke pantai.
Beberapa pria dengan pakaian pantai dan kacamata hitam menghampiri kami, sepertinya teman kuliah Rendra. Mereka nampak begitu akrab, Rendra memperkenalkanku kepada teman-temannya sebagai sepupunya. Karena sebagian dari mereka sudah mengenal Lila sebagai istrinya, aku merasa kesal sebenarnya. Aku berpura-pura mengabaikan mereka dengan sibuk memandang kearah pantai, namun sebenarnya aku mendengar semua percakapan mereka.
“ Dimana Lila, apa dia juga ada disekitar sini? Kami ingin menyapanya dan mengucapkan selamat karena sudah menikahi pria paling tampan sekampus.” Pria yang nampak paling akrab dengan Rendra mulai mencari-cari Lila dengan senyum menggoda dan mencubit lengan Rendra dan tertawa kepada teman-temanya.
Rendra nampak gugup dan bingung harus mengatakan apa, “ Lila sedang tidak bersama kami sayangnya” aku yakin dia menyadari kalau aku kesal pada situasi ini. Lalu dia berpamitan pada teman-temannya dan menggandengku meninggalkan mereka. Aku bisa memastikan kalau teman-teman Rendra curiga dengan perilakunya namun tetap membiarkan kami pergi.
Hampir seharian kami menghabiskan waktu di pantai, kini kami bersantai di kamar. Rendra duduk ditempat tidur sambil menonton televisi, sedangkan aku sedang sibuk bertelepon dengan Devin. Hampir sejam Devin mengobrol denganku, aku meluapkan kekesalanku dengan berbicara panjang lebar dengan Devin.
Beberapa kali aku memergoki Rendra menatapku dengan pandangan marah. Aku mengakhiri obrolanku dengan Devin, lalu membuka jendela untuk membiarkan angin malam pantai memasuki ruangan. Dinginnya angin malam memelukku, “ Dingin sekali” gumamku.
Tiba-tiba Rendra memelukku dari belakang, dekapannya menghangatkanku. Lengannya melingkari tubuhku, kepalanya bersandar pada bahuku. Kurasakan napasnya menghangatkan leherku. Pemandangan malam dengan taburan bintang dan alunan ombak membawa kami hanyut dalam suasana pantai.
“ Aku tahu kamu kesal karena ucapanku tadi, tolong maafkan aku” suaranya membuka kesunyian diantara kami. Aku memang sengaja mendiamkannya sejak sore tadi, padahal aku tidak berniat untuk membuatnya merasa bersalah. Aku hanya tidak menyukai situasi dimana Rendra harus berbohong untukku.
Aku berusaha untuk tetap tenang dan berbalik memeluknya dengan erat, aku ingin memastikan bahwa dia milikku sekarang setelah hari ini aku tidak yakin akan tetap bisa seperti ini. Rendra mencium bibirku dengan lembut dan aku mulai membalas ciumannya dengan lembut pula, ini pertama kalinya dia menciumku dengan sangat penuh cinta dan untaian air mata membasahi matanya. Tanpa kusadari akupun mulai meneteskan air mata saat berada dalam ciumannya.

Aku tidak menyangka kalau malam ini mungkin malam terakhir kami bisa bersama, kami memutuskan untuk melanjutkan hidup masing-masing. Aku tahu ini pasti tidak semudah yang dikatakan, Rendra nampak begitu tersiksa dengan pernyataanku dan menolaknya.
to be continued 
0 Responses

Posting Komentar


widgets